“Belajar menggunakan komputer lebih seperti belajar alat
musik dibanding mengikuti instruksi bagaimana menggunakan peralatan listrik
seperti pemanggang roti.”
Charles Rubin, August 1983
Salah satu dari dua topik utama
dalam penelitian tentang teknologi baru komunikasi adalah bagaimana inovasi
teknologi ini diadopsi dan diterapkan oleh pengguna. Sedangkan topik yang satu
lagi yaitu dampak dari teknologi masih diperdebatkan. penelitian tentang adopsi
media baru dilakukan berdasarkan aplikasi kontemporer dari teori difusi inovasi
yang telah teruji. Bagaimanapun, ada beberapa aspek spesial dari aplikasi teori
ini dalam hal teknologi baru komunikasi. sebagai contoh, sifat interaktifnya
berarti bahwa nilai dari inovasi itu bagi orang yang mengadopsinya menjadi
bertambah besar seiring dengan semakin bertambahnya adopsi (contohnya, sistem
pesan elektronik masih kurang bermanfaat sewaktu masih kurang orang
mengadopsinya, hanya ketika semakin bertambahnya orang yang menggunakannya).
Selanjutnya, tingkat penggunaan teknologi baru komunikasi berubah menjadi
variabel penting baik adopsi terjadi atau tidak.
Implementasi teknologi
komunikasi ditentukan oleh sejauh mana teknologi Komunikasi tersebut mampu membuka
akses pada berbagai pelayanan dan jarinagan informasi. Semakin banyak pelayanan
dan jaringan informasi yang bisa diakses oleh sebuah teknologi komunikasi,
semakin banyak pula orang yang mengimplementasikannya.
Namun asumsi ini hanya berlaku
bagi masyarakat informasi saja. Lalu bagaimana dengan masyarakat di Indonesia?
Kondisi masyarakat Indonesia saat
ini:
·
Ada yang sudah masuk pada tataran masyarakat informasi
·
Ada yang masuk pada tataran masyarakat industri
·
Ada yang masuk pada tataran masyarakat agraris
·
Ada yang masih dalam kondisi masyarakat primitif
Difusi Inovasi
Munculnya Teori Difusi Inovasi
dimulai pada awal abad ke-20, tepatnya tahun 1903, ketika seorang sosiolog
Perancis, Gabriel Tarde, memperkenalkan Kurva Difusi berbentuk S (S-shaped Diffusion Curve).
Kurva ini pada dasarnya menggambarkan bagaimana suatu inovasi diadopsi
seseorang atau sekolompok orang dilihat dari dimensi waktu. Pada kurva ini ada
dua sumbu dimana sumbu yang satu menggambarkan tingkat adopsi dan sumbu yang
lainnya menggambarkan dimensi waktu.
Pemikiran Tarde menjadi penting
karena secara sederhana bisa menggambarkan kecenderungan yang terkait dengan
proses difusi inovasi. Rogers (1983) mengatakan, Tarde’s S-shaped diffusion
curve is of current importance because “most innovations have an S-shaped rate
of adoption”. Dan sejak saat itu tingkat adopsi atau tingkat difusi menjadi
fokus kajian penting dalam penelitian-penelitian sosiologi.
Pada tahun 1940, dua orang
sosiolog, Bryce Ryan dan Neal Gross, mempublikasikan hasil penelitian difusi
tentang jagung hibrida pada para petani di Iowa, Amerika Serikat. Hasil
penelitian ini memperbarui sekaligus menegaskan tentang difusi inovasi model
kurva S. Salah satu kesimpulan penelitian Ryan dan Gross menyatakan bahwa “The
rate of adoption of the agricultural innovation followed an S-shaped normal
curve when plotted on a cumulative basis over time.”
Perkembangan berikutnya dari teori
Difusi Inovasi terjadi pada tahun 1960, di mana studi atau penelitian difusi
mulai dikaitkan dengan berbagai topik yang lebih kontemporer, seperti dengan
bidang pemasaran, budaya, dan sebagainya. Di sinilah muncul tokoh-tokoh teori
Difusi Inovasi seperti Everett M. Rogers dengan karya besarnya Diffusion of
Innovation (1961); F. Floyd Shoemaker yang bersama Rogers menulis
Communication of Innovation: A Cross Cultural Approach (1971) sampai Lawrence
A. Brown yang menulis Innovation Diffusion: A New Perpective (1981).
Selama 45 tahun dan melalui 3,500
publikasi penelitian, model dari inovasi difusi telah menuntun penelitian dari
penyebaran ide baru. Penelitian difusi dilakukan oleh peneliti dari berbagai
bidang seperti antropologi, komunikasi, pendidikan, geografi, pemasaran,
sosiologi pedesaan, sosiologi, dan beberapa lagi yang lainnya.
Teori Difusi Inovasi pada dasarnya
menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi disampaikan (dikomunikasikan)
melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari
sistem sosial.
Sesuai dengan pemikiran Rogers,
dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok, yaitu:
(1) Inovasi; gagasan,
tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini,
kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang
menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi
untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama
sekali.
Karakter dari suatu inovasi, yang
dirasa oleh anggota sistem sosial, menentukan tingkat adopsinya. Lima sifat
dari inovasi tersebut adalah: (1) relatifitas keuntungan, (2) kesesuaian,(3)
kerumitan, (4) reliabilitas, dan (5) kebisaan diamati.
(2) Saluran
komunikasi; ’alat’ untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada
penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidakperlu
memperhatikan (a) tujuan diadakannya komunikasi dan (b) karakteristik penerima.
Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak
yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat
dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk
mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi
yang paling tepat adalah saluran interpersonal.
(3) Jangka waktu;
proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan
untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat
berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam (a)
proses pengambilan keputusan inovasi, (b) keinovatifan seseorang: relatif lebih
awal atau lebih lambat dalammenerima inovasi, dan (c) kecepatan pengadopsian
inovasi dalam sistem sosial.
(4) Sistem sosial;
kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk
memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama
Implementasi sendiri secara
harfiah berarti penerapan. Dalam prakteknya penerapan teknologi komunikasi
harus didahului oleh penguasaan ketrampilan mengoperasikan teknologi
komunikasi tersebut. Karena tanpa penguasaan ketrampilan teknis, teknologi
komunikasi tidak mungkin diterapkan oleh seseorang. Hal ini mengisayaratkan
tekk kom sebuah inovasi.
Lazimnya sebuah inovasi tidak
begitu saja diadopsi/diterima oleh masyarakat. Skeptisisme merupakan penghalang
proses adopsi inovasi bagi masyarakat
Teknologi komunikasi merupakan
sistem teknologis dan untuk memakainya manusia perlu mengaturnya sesuai dengan
nilai-nilai yang diisyaratkan olek teknologi komunikasi itu sendiri.
Nilai-nilai itu bisa berbenturan dengan nilai-nilai yang telah lama dikenal
atau dianut dalam kelompok masyarakat. Hal inilah yang menyebabkan penerapan
teknologi komunikasi sering melahirkan masalah dalam kehidupan sosial
masyarakat.
PROSES IMPLEMENTASI TEKNOLOGI
KOMUNIKASI
Merujuk pendapat Rogers, tentang
proses adopsi inovasi maka prose implementasi tek. Kom bisa digambarkan sebagai
berikut:
1. Tahap
pertama; Inisiasi, yaitu usaha mengumpulkan informasi tentang teknologi
komunikasi, memahaminya dengan seksama dan merencanakan untuk mengadopsi. Tahap
ini memiliki dua tingkat;
·
Agenda setting; munculnya ide untuk mengadopsi teknologi
komunikasi
·
Matching; kecocokan tek kom dengan kebutuhan & kemampuan
mengadopsi.
1. Tahap
kedua; Implementasi yaitu seluruh kegiatan & aktifitas yang dilakukan untuk
menggunakan teknologi komunikasi yang dirindukan. tahap ini memiliki 3 tingkat:
· Redefining,
yaitu mengatur, menyusun & memodifikasi struktur lembaga/mentalitas &
kebiasaan individu untuk keperluan teknologi komunikasi.
· Clarifying,
yaitu Meyakinkan pada anggota atau individu tentang seluk beluk teknologi
komunikasi yang dimaksud
· Routinizing,
yaitu teknologi komunikasi sudah diketahui secara jelas dan menjadi bagian dari
infrastruktur organisasi, atau pelengkap kehidupan sehari-hari
Dengan demikian, proses adopsi
inovasi hingga implementasi teknologi komunikasi dapat disimpulkan melalui lima
proses yaitu:
1. Agenda
setting
2. Matching
3. Redefining
4. Clarifying
5. Routinizing
Implementasi tek kom memaksa
individu melakukan adaptasi agar melewati prosesnya dengan baik. Adaptasi
tersebut adalah penyesuaian nilai-nilai yang dibawa teknologi komunikasi dengan
kondisi sosio-kultural dimana individu tersebut tinggal.
KATEGORI ADAPTER
Anggota sistem sosial dapat dibagi
ke dalam kelompok-kelompok adopter (penerima inovasi) sesuai dengan tingkat
keinovatifannya (kecepatan dalam menerima inovasi). Salah satu pengelompokan
yang bisa dijadikan rujukan adalah pengelompokan berdasarkan kurva adopsi, yang
telah duji oleh Rogers (1961). Gambaran tentang pengelompokan
adopter dapat dilihat sebagai berikut:
1. Innovators: Sekitar
2,5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi. Cirinya: petualang, berani
mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan ekonomi tinggi. Hubungan
sosial mereka cenderung lebih erat dibanding kelompok sosial lainnya.
Orang-orang seperti ini lebih dapat membentuk komunikasi yang baik meskipun
terdapat jarak geografis. Biasanya orang-orang ini adalah mereka yang memeiliki
gaya hidup dinamis di perkotaan yang memiliki banyak teman atau relasi.
2. Early
Adopters (Perintis/Pelopor):
13,5% yang menjadi para perintis dalam penerimaan inovasi. Cirinya: para
teladan (pemuka pendapat), orang yang dihormati, akses di dalam tinggi.
Kelompok ini lebih lokal dibanding kelompok inovator. Kategori adopter seperti
ini menghasilkan lebih banyak opini dibanding kategori lainnya, serta
selalu mencari informasi tentang inovasi. Mereka dalam kategori ini sangat
disegani dan dihormati oleh kelompoknya karena kesuksesan mereka dan
keinginannya untuk mencoba inovasi baru.
3. Early
Majority (Pengikut
Dini): 34% yang menjadi para pengikut awal. Cirinya: penuh pertimbangan,
interaksi internal tinggi. Kategori pengadopsi seperti ini merupakan mereka
yang tidak mau menjadi kelompok pertama yang mengadopsi sebuah inovasi.
Sebaliknya, mereka akan dengan berkompromi secara hati-hati sebelum membuat
keputusan dalam mengadopsi inovasi, bahkan bisa dalam kurun waktu yang lama.
Orang-orang seperti ini menjalankan fungsi penting dalam melegitimasi sebuah
inovasi, atau menunjukkan kepada seluruh komunitas bahwa sebuah inovasi layak
digunakan atau cukup bermanfaat.
4. Late
Majority (Pengikut
Akhir): 34% yang menjadi pengikut akhir dalam penerimaan inovasi. Cirinya:
skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi atau tekanan social, terlalu
hati-hati. Kelompok ini lebih berhati-hati mengenai fungsi sebuah inovasi.
Mereka menunggu hingga kebanyakan orang telah mencoba dan mengadopsi inovasi
sebelum mereka mengambil keputusan. Terkadang, tekanan dari kelompoknya bisa
memotivasi mereka. Dalam kasus lain, kepentingan ekonomi mendorong mereka untuk
mengadopsi inovasi.
5. Laggards (Kelompok Kolot/Tradisional): 16% terakhir
adalah kaum kolot/tradisional. Cirinya: tradisional, terisolasi, wawasan
terbatas, bukan opinion leaders, sumberdaya terbatas. Kelompok ini merupakan
orang yang terakhir melakukan adopsi inovasi. Mereka bersifat lebih tradisional,
dan segan untuk mencoba hal hal baru. Kelompok ini biasanya lebih suka bergaul
dengan orang-orang yang memiliki pemikiran sama dengan mereka. Sekalinya
sekelompok laggard mengadopsi inovasi baru, kebanyakan orang justru sudah jauh
mengadopsi inovasi lainnya, dan menganggap mereka ketinggalan zaman.