Senin, 08 April 2013

Implementasi Teknologi Komunikasi

IMPLEMENTASI TEKNOLOGI KOMUNIKASI

Belajar menggunakan komputer lebih seperti belajar alat musik dibanding mengikuti instruksi bagaimana menggunakan peralatan listrik seperti pemanggang roti.”
Charles Rubin, August 1983
Salah satu dari dua topik utama dalam penelitian tentang teknologi baru komunikasi adalah bagaimana inovasi teknologi ini diadopsi dan diterapkan oleh pengguna. Sedangkan topik yang satu lagi yaitu dampak dari teknologi masih diperdebatkan. penelitian tentang adopsi media baru dilakukan berdasarkan aplikasi kontemporer dari teori difusi inovasi yang telah teruji. Bagaimanapun, ada beberapa aspek spesial dari aplikasi teori ini dalam hal teknologi baru komunikasi. sebagai contoh, sifat interaktifnya berarti bahwa nilai dari inovasi itu bagi orang yang mengadopsinya menjadi bertambah besar seiring dengan semakin bertambahnya adopsi (contohnya, sistem pesan elektronik masih kurang bermanfaat sewaktu masih kurang orang mengadopsinya, hanya ketika semakin bertambahnya orang yang menggunakannya). Selanjutnya, tingkat penggunaan teknologi baru komunikasi berubah menjadi variabel penting baik adopsi terjadi atau tidak.
Implementasi  teknologi komunikasi ditentukan oleh sejauh mana teknologi Komunikasi tersebut mampu membuka akses pada berbagai pelayanan dan jarinagan informasi. Semakin banyak pelayanan dan jaringan informasi yang bisa diakses oleh sebuah teknologi komunikasi, semakin banyak pula orang yang mengimplementasikannya.
Namun asumsi ini hanya berlaku bagi masyarakat informasi saja. Lalu bagaimana dengan masyarakat di Indonesia?
Kondisi masyarakat Indonesia saat ini:
·         Ada yang sudah masuk pada tataran masyarakat informasi
·         Ada yang masuk pada tataran masyarakat industri
·         Ada yang masuk pada tataran masyarakat agraris
·         Ada yang masih dalam  kondisi masyarakat primitif
Difusi Inovasi
Munculnya Teori Difusi Inovasi dimulai pada awal abad ke-20, tepatnya tahun 1903, ketika seorang sosiolog Perancis, Gabriel Tarde, memperkenalkan Kurva Difusi berbentuk S (S-shaped Diffusion Curve). Kurva ini pada dasarnya menggambarkan bagaimana suatu inovasi diadopsi seseorang atau sekolompok orang dilihat dari dimensi waktu. Pada kurva ini ada dua sumbu dimana sumbu yang satu menggambarkan tingkat adopsi dan sumbu yang lainnya menggambarkan dimensi waktu.
Pemikiran Tarde menjadi penting karena secara sederhana bisa menggambarkan kecenderungan yang terkait dengan proses difusi inovasi. Rogers (1983) mengatakan, Tarde’s S-shaped diffusion curve is of current importance because “most innovations have an S-shaped rate of adoption”. Dan sejak saat itu tingkat adopsi atau tingkat difusi menjadi fokus kajian penting dalam penelitian-penelitian sosiologi.
Pada tahun 1940, dua orang sosiolog, Bryce Ryan dan Neal Gross, mempublikasikan hasil penelitian difusi tentang jagung hibrida pada para petani di Iowa, Amerika Serikat. Hasil penelitian ini memperbarui sekaligus menegaskan tentang difusi inovasi model kurva S. Salah satu kesimpulan penelitian Ryan dan Gross menyatakan bahwa “The rate of adoption of the agricultural innovation followed an S-shaped normal curve when plotted on a cumulative basis over time.”
Perkembangan berikutnya dari teori Difusi Inovasi terjadi pada tahun 1960, di mana studi atau penelitian difusi mulai dikaitkan dengan berbagai topik yang lebih kontemporer, seperti dengan bidang pemasaran, budaya, dan sebagainya. Di sinilah muncul tokoh-tokoh teori Difusi Inovasi seperti Everett M. Rogers dengan karya besarnya Diffusion of Innovation (1961); F. Floyd  Shoemaker yang bersama Rogers menulis Communication of Innovation: A Cross Cultural Approach (1971) sampai Lawrence A. Brown yang menulis Innovation Diffusion: A New Perpective (1981).
Selama 45 tahun dan melalui 3,500 publikasi penelitian, model dari inovasi difusi telah menuntun penelitian dari penyebaran ide baru. Penelitian difusi dilakukan oleh peneliti dari berbagai bidang seperti antropologi, komunikasi, pendidikan, geografi, pemasaran, sosiologi pedesaan, sosiologi, dan beberapa lagi yang lainnya.
Teori Difusi Inovasi pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari sistem sosial.
Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok, yaitu:
(1)   Inovasi; gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali.
Karakter dari suatu inovasi, yang dirasa oleh anggota sistem sosial, menentukan tingkat adopsinya. Lima sifat dari inovasi tersebut adalah: (1) relatifitas keuntungan, (2) kesesuaian,(3) kerumitan, (4) reliabilitas, dan (5) kebisaan diamati.
(2)   Saluran komunikasi; ’alat’ untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidakperlu memperhatikan (a) tujuan diadakannya komunikasi dan (b) karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal.
(3)   Jangka waktu; proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam (a) proses pengambilan keputusan inovasi, (b) keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat dalammenerima inovasi, dan (c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.
(4)   Sistem sosial; kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama
Implementasi sendiri secara harfiah berarti penerapan. Dalam prakteknya penerapan teknologi komunikasi harus didahului oleh penguasaan  ketrampilan mengoperasikan teknologi komunikasi tersebut. Karena tanpa penguasaan ketrampilan teknis, teknologi komunikasi tidak mungkin diterapkan oleh seseorang. Hal ini mengisayaratkan tekk kom sebuah inovasi.
Lazimnya sebuah inovasi tidak begitu saja diadopsi/diterima oleh masyarakat. Skeptisisme merupakan penghalang proses adopsi inovasi bagi masyarakat
Teknologi komunikasi merupakan sistem teknologis dan untuk memakainya manusia perlu mengaturnya sesuai dengan nilai-nilai yang diisyaratkan olek teknologi komunikasi  itu sendiri. Nilai-nilai itu bisa berbenturan dengan nilai-nilai yang telah lama dikenal atau dianut dalam kelompok masyarakat. Hal inilah yang menyebabkan penerapan teknologi komunikasi sering melahirkan masalah dalam kehidupan sosial masyarakat.
PROSES IMPLEMENTASI TEKNOLOGI KOMUNIKASI
Merujuk pendapat Rogers, tentang proses adopsi inovasi maka prose implementasi tek. Kom bisa digambarkan sebagai berikut:
1.       Tahap pertama; Inisiasi, yaitu usaha mengumpulkan informasi tentang teknologi komunikasi, memahaminya dengan seksama dan merencanakan untuk mengadopsi. Tahap ini memiliki dua tingkat;
·         Agenda setting; munculnya ide untuk mengadopsi teknologi komunikasi
·         Matching; kecocokan tek kom dengan kebutuhan & kemampuan mengadopsi.
1.       Tahap kedua; Implementasi yaitu seluruh kegiatan & aktifitas yang dilakukan untuk menggunakan teknologi komunikasi yang dirindukan. tahap ini memiliki 3 tingkat:
·      Redefining, yaitu mengatur, menyusun & memodifikasi struktur lembaga/mentalitas & kebiasaan individu untuk keperluan teknologi komunikasi.
·      Clarifying, yaitu Meyakinkan pada anggota atau individu tentang seluk beluk teknologi komunikasi yang dimaksud
·      Routinizing, yaitu teknologi komunikasi sudah diketahui secara jelas dan menjadi bagian dari infrastruktur organisasi, atau pelengkap kehidupan sehari-hari
Dengan demikian, proses adopsi inovasi hingga implementasi teknologi komunikasi dapat disimpulkan melalui lima proses yaitu:
1.       Agenda setting
2.       Matching
3.       Redefining
4.       Clarifying
5.       Routinizing
Implementasi tek kom memaksa individu melakukan adaptasi agar melewati prosesnya dengan baik. Adaptasi tersebut adalah penyesuaian nilai-nilai yang dibawa teknologi komunikasi dengan kondisi sosio-kultural dimana individu tersebut tinggal.
KATEGORI ADAPTER
Anggota sistem sosial dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok adopter (penerima inovasi) sesuai dengan tingkat keinovatifannya (kecepatan dalam menerima inovasi). Salah satu pengelompokan yang bisa dijadikan rujukan adalah pengelompokan berdasarkan kurva adopsi, yang telah duji oleh Rogers (1961).   Gambaran tentang pengelompokan adopter dapat dilihat sebagai berikut:
1.       Innovators: Sekitar 2,5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi. Cirinya: petualang, berani mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan ekonomi tinggi. Hubungan  sosial mereka cenderung lebih erat dibanding kelompok sosial lainnya. Orang-orang seperti ini lebih dapat membentuk komunikasi yang baik meskipun terdapat jarak geografis. Biasanya orang-orang ini adalah mereka yang memeiliki gaya hidup dinamis di perkotaan yang memiliki banyak teman atau relasi.
2.       Early Adopters (Perintis/Pelopor): 13,5% yang menjadi para perintis dalam penerimaan inovasi. Cirinya: para teladan (pemuka pendapat), orang yang dihormati, akses di dalam tinggi. Kelompok ini lebih lokal dibanding kelompok inovator. Kategori adopter seperti ini menghasilkan lebih banyak opini  dibanding kategori lainnya, serta selalu mencari informasi tentang inovasi. Mereka dalam kategori ini sangat disegani dan dihormati oleh kelompoknya karena kesuksesan mereka dan keinginannya untuk mencoba inovasi baru.
3.       Early Majority (Pengikut Dini): 34% yang menjadi para pengikut awal. Cirinya: penuh pertimbangan, interaksi internal tinggi. Kategori pengadopsi seperti ini merupakan mereka yang tidak mau menjadi kelompok pertama yang mengadopsi sebuah inovasi. Sebaliknya, mereka akan dengan berkompromi secara hati-hati sebelum membuat keputusan dalam mengadopsi inovasi, bahkan bisa dalam kurun waktu yang lama. Orang-orang seperti ini menjalankan fungsi penting dalam melegitimasi sebuah inovasi, atau menunjukkan kepada seluruh komunitas bahwa sebuah inovasi layak digunakan atau cukup bermanfaat.
4.       Late Majority (Pengikut Akhir): 34% yang menjadi pengikut akhir dalam penerimaan inovasi. Cirinya: skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi atau tekanan social, terlalu hati-hati. Kelompok ini lebih berhati-hati mengenai fungsi sebuah inovasi. Mereka menunggu hingga kebanyakan orang telah mencoba dan mengadopsi inovasi sebelum mereka mengambil keputusan. Terkadang, tekanan dari kelompoknya bisa memotivasi mereka. Dalam kasus lain, kepentingan ekonomi mendorong mereka untuk mengadopsi inovasi.
5.       Laggards (Kelompok Kolot/Tradisional): 16% terakhir adalah kaum kolot/tradisional. Cirinya: tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan opinion leaders, sumberdaya terbatas. Kelompok ini merupakan orang yang terakhir melakukan adopsi inovasi. Mereka bersifat lebih tradisional, dan segan untuk mencoba hal hal baru. Kelompok ini biasanya lebih suka bergaul dengan orang-orang yang memiliki pemikiran sama dengan mereka. Sekalinya sekelompok laggard mengadopsi inovasi baru, kebanyakan orang justru sudah jauh mengadopsi inovasi lainnya, dan menganggap mereka ketinggalan zaman.